top of page
Search

Gantilah Kacamata Anda

  • Sara Risman
  • May 2, 2016
  • 5 min read

Saya sedang melihat sebuah foto keluarga orang. Istrinya putih, cantik dan langsing. Anaknya yang Cuma satu juga lumayan. Suaminya…..GUEDEEEEEE dengan wajah yang…ya gitulah. (kan katanya nggak boleh menghina ciptaan Allah, jadi bayangkan saja lah deskripsi itu, terserah imajinasi masing2. Kalau Cuma bilang bahwa beliau gede mah kan nggak menghina atuh, itu mendeskripsikan, hehehe). Datang anak sulung saya menghampiri dan bertanya, “itu siapa ma?”. “temen mama”, jawab saya pendek. Penasaran apa yang Raia pikirkan ketika melihat foto yang menurut saya jomplang secara fisik itu, saya tanya “Rai..apa yang raia lihat pertama kali di foto ini? Apa yang paling mencolok menurut Raia?” Berharap dia juga menyebutkan pria super besar itu.

“Emm.. itu kan tempat itu yang pernah kita datengin waktu Raia kecil”, jawabnya sembari menunjuk dan menyebutkan sebuah tempat wisata yang jauh di belakang gambar keluarga itu, besar gambar tempat wisata itu Cuma seujung kuku kelingking dan saking tubuh si bapak mengambil semua atensi saya, saya bahkan tidak menyadari mereka di mana. Sangat kaget dan tidak percaya bahwa dia kok bisa nggak melihat itu bapak, saya tanya sekali lagi.. “apa lagi? Yang paliiingggg menarik perhatian dari gambar ini?”, “Hmm….banyak pohon nya?” tebak Raia, mencoba mendapatkan jawaban yang dia tau sedang saya harapkan darinya tapi belum tepat.

Ya ampun, betapa negative thinking nya saya. Dan bersihnya dia. Dia tidak menghakimi fisik seseorang. Yang dia liat adalah sebuah kewajaran. Ayah, ibu, anak mereka, sedang berlibur, ke tempat yang dia pernah datangi. Tempatnya hijau, asri, banyak pohon. Entah kenapa saya punya feeling kalau pun saya paksa untuk dia menyebut 5 hal lain yang mencolok baginya, fisik bapak itu bahkan nggak berhasil masuk top 5 on his list.

Luar biasa betapa kita sudah terwarnai dengan banyak hal negatif sehingga kita suka tidak bisa melihat sisi positif dari sesuatu. Dan ironisnya, kita tanpa sengaja sering mewariskan kekotoran hati dan pikiran itu ke anak-anak kita yang di lihat dari sisi manapun akan merusak. Masa sih? Gak percaya? Ini contoh sederhananya saja.

“ma, kenapa sih tante itu nggak pake jilbab”, --> “mungkin dia ngga tau kali jilbab itu wajib”

Siapa bilang dia nggak tau? Jawaban begitu, seakan menilai bahwa tante itu bodoh, dan kita pintar. Lha buktinya kita tau dan dia tidak. Lagipula di era digital bgini, unless you live di pelosok Timbuktu, nggak mungkin lah ya gak bisa mendapatkan info hukum pemakaian jilbab itu gimana. Khusnudzon daripada bilang dia nggak mau? Bisa jadi dia emang beneran nggak mau. Jadi jawaban ‘dia nggak tau’ itu bisa jadi salah. Daripada nebak2 suruh aja anaknya nanya ke tantenya. Jawabannya jelas lebih pasti. Plus kalo kita jwb begitu, anak akan belajar bahwa ‘oh.. nggak papa melakukan kesalahan kalau belum tau, nggak usah mencari tau aja, biar nggak dosa”. Padahal mah, kan nggak begitu juga hukumnya.

Kok Benny boleh loncat-loncat di tempat tidur, Aku nggak? --> tau, mama nya nggak ngajarin bahwa itu nggak boleh kali.

Woy.. siapa bilang? Cuma pas mama nya ngajarin sampe bibir nya dower, kita nggak denger. Bisa jadi Benny sudah di cubit, pukul, jewer, sudah menggunakan segala cara, tetep nggak Benny nya nggak patuh juga, bisa kan? Bisa jadi juga ibunya sudah ngelarang tapi ayahnya membolehkan nya. Pengasuhan dua cara ini membuat Benny jadi patuh untuk nggak loncat2 di tempat tidur di rumahnya biar mama nya nggak marah, tapi jadi nya dia loncat2 di tempat tidur ketika berada di rumah org lain, karena ayahnya membolehkannya loncat2 di tempat tidur. Betul, bisa jadi juga mamanya bener2 nggak ngajarin, tapi bisa nggak kita nggak nebak-nebak kalau kita nggak tau? Apalagi nyuruh2 anak kita untuk jadi anaknya emaknya Benny kalau dia mau ikut2an loncat2 di tempat tidur juga. Klise.

“Kok kakak itu pegangan tangan sama abang itu sih ma, itu siapa nya?” --> karena sudah kadung kepergok, yang ini nggak bisa pendek jawabannya, mumpung! langsung deh apalagi kalau emak2, biasanya 2.5 bab keluar tanpa henti “itu namanya pacaran , nggak boleh. HARAM! Nggak ada dalam islam. Kalau mau begitu harus sudah menikah dulu…bla bla bla bla bla bla bla (padahal anaknya ngerti haram aja nggak).

SIAPA BILANG ITU PACARNYA? Siapa tau itu adiknya yang kangeeennn bgt sm abangnya yang baru pulang dari mana gitu, udah nggak ketemu bertahun dan mereka Cuma 2 bersaudara yang dulunya emang sangat dekat. Boleh dong pegangan tangan sama abangnya. Tapi mereka kan nggak mirip? Hidih, anak-anak saya juga gak mirip, bukan berarti mereka bukan adik kakak kaan? Sudah lah nge-cap orang, bohong pula. Tau nggak bahwa bohong sama anak kecil sama dosa nya sama dengan bohong kepada orang dewasa? Gak enak nanya sama mereka? Ya jawab yang jujur dan sederhana saja: Mama/Ayah tidak tau nak. Nggak tau itu nggak hina kok… dan walaupun kita orang tua, kita Cuma manusia. Gak perlu tau segalanya. Mengakui ketidaktahuan kita mengajarkan pada anak untuk 1. Jujur. 2. Menyadari ilmu manusia terbatas dan 3. Tidak menghakimi orang lain dengan keterbatasan ilmu yang kita punya.

Jawaban-jawaban yang tampaknya sepele seperti ini tanpa sengaja membentuk cara pandang anak kita untuk melihat ke-negatifitas-an atas segala sesuatu. Belum di tambah dengan gaya pengasuhan yang umumnya ‘nila setitik, rusak susu sebelanga’. Anaknya di ajak arisan keluarga besar 5 jam. Di jam ke 4 mulai rewel yang berujung tantrum. Akhirnya dimarahin, di ancam dan di hukum karena orgtuanya kesal karena jadi terpaksa pulang lebih awal sebelum acara benar-benar selesai. Kagak keliatan itu 4 jam pertama yang tenang, aman, damai, gemah ripah loh jinawi. Yang keliatan yang jeleknya aja. Mata pelajaran di sekolah ada 15. Yang jelek 3. Udah deh.. yang 12, mau dapet cepek nggak ngaruh juga. Walhasil ya.. kacamata yang di pake minus mulu, lahir bathin. Saya saja, yang orang tuanya tidak pernah perduli nilai skolah saya bagaimana, dari gambar yang indah itu saya hanya melihat ayah yang super besar, samaaaa sekali nggak keliatan itu tempat wisata.

Belum lingkungan sekitar. Infotainment menyiarkan kasus saiful jamil lbh lama drpd kalau ada artis yang dpt penghargaan karena karya nya mendunia. Belum sinetron yang isinya iri, selingkuh dan kecelakaan saja. Berita? apalagi. Kayaknya isi nya hampir buruk semua. Iya sih, untuk tv bad news is good news, tapi bisa nggak kita tidak melihat sesuatu dari sisi jeleknya saja. Jgn isinya Cuma siapa yang korupsi berapa, siapa mensodomi siapa, dan berapa banyak dari Indonesia yang sudah di jual ke siapa. Berita buruknya kita perlu tau juga tapi mbok ya jangan mendominasi berita sampai2 benar2 tidak ada good news nya!

Jadi.. sudahlah harta nggak seberapa, janganlah mewarisi su’udzon, negative thinking, dan ketrampilan menghakimi orang lain tanpa sengaja lewat pengasuhan yang salah karena ilmu yang tidak ada. Raia mengingatkan saya untuk tidak melakukan ini melalui foto itu. Siapa tau bapak yang sedikit berlebih berat badan itu baik hati, super alim dan very romantic. Siapa tau bapak itu lucu, mudah bergaul dan sudah mencoba menurunkan berat badannya dengan segala cara tapi belum bisa juga. Siapa tau bapak itu nyaman dengan ukuran tubuhnya, dan memiliki 2jt kelebihan di banding saya. Siapa tau kepercayaan diri nya yang sudah mencapai tingkat dewa itu yang justru membuat istrinya jatuh cinta.

Kita sudah tua (Kita??? :D). Sudah waktunya pakai kacamata yang plus dan melihat segala sesuatu yang baik2nya saja. Kalau tidak tau jawabannya, mengaku saja lah. Kala melihat yang jelek, bungkam, alihkan mata. Belajar dari anak-anak untuk memiliki hati yang bersih dan pandangan yang jernih. Jangan kotori jiwa anak anda yang masih putih. Kalau orangtuanya hanya memiliki kuas ber-cat-kan warna hitam, ya otomatis anaknya akan bgitu juga. Jadi sudah waktunya kita berubah. Ini bagian yang paling susah, karena kita dibesarkan dengan cara ini, dan cara ini pula kita biasanya membesarkan anak-anak kita.

Entah kenapa setelah Raia membuat saya memperhatikan betapa hijaunya dan indahnya daerah wisata itu, bapak itu tidak lagi tampak terlalu besar :)

Ayo.. ganti kacamata!

-Sarra Risman

Tulisan ini dibagikan via group whatsapp

 
 
 

Comments


TO LIVE
YOUR LIFE TIPS

#1 

Always enjoy each moment of your life

 

#2

All life is precious, especially yours. So don't waste it.

 

#3

Try to do your best in each day of your life and always pray to God for his help.

© 2015 White & Black, proudly presented by ME

bottom of page